Inilah Ancaman Pasal Karet Dalam UU Intelijen

12 10 2011

Meski mengundang protes dari banyak kalangan, DPR tetap saja mengesahkan Undang-Undang Intelejen dalam rapat paripurna DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (11/10/2011). Padahal, saat pembahasan rancangan UU Intelejen, perdebatan di masyarakat berlangsung sengit.
”Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara ini memuat substansi yang banyak mendapatkan perdebatan publik,” kata Wakil Ketua Komisi I Agus Gumiwang Kartasasmita
Materi yang paling krusial di antaranya menyangkut kewenangan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi. Banyak pihak mengkhawatirkan UU tersebut disalah gunakan lantaran memuat sejumlah pasal yang multitafsir. Bila ditafsirkan oleh penguasa yang otoriter, peraturan itu berpotensi akan mengancam kebebasan warga negara.
Sebagai contoh, Pasal 25 yang memuat definisi rahasia intelijen sebagai bagian dari rahasia negara yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkap kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, dan merugikan kepentingan politik luar negeri.
Menurut anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, ruang lingkup rahasia intelijen yang diatur dalam RUU Intelijen terlalu luas sehingga bersifat karet dan menimbulkan multiinterpretasi. ”Tidak ada jaminan jika UU ini tidak akan dikenakan kepada pers,” kata Agus lagi.
Selanjutnya Pasal 26 yang menyebutkan bahwa: “Setiap orang dilarang membuka dan/atau membocorkan Rahasia Intelejen. Penjelasan Rahasia Negara dijelaskan pada pasal sebelumnya, Pasal 25 yang menyebutkan bahwa Rahasia Intelejen adalah Rahasia Negara dengan sejumlah kategori: membahayakan dan mengancam negara.
Dalam kaitan ini, Kepala BIN Jenderal (Purn) Sutanto mengatakan rahasia intelejen tidak dapat dibocorkan bila akan berpotensi melemahkan kekuatan negara. “Menyebutkan kelemahan negara kita bisa diketahui negara lawan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Nezar Patria menilai, pasal itu sangat berpotensi mengancam kebebasan pers. Sebab, bagi siapapun yang terbukti membuka atau membocorkan rahasia intelejen akan dapat dikenai sangksi. Tidak hanya itu, Pasal tersebut juga sangat subjektif dan terlalu luas.
Makna rahasia intelejen dalam pasal itu juga cenderung bertabrakan dengan makna lain seperti dengan Pasal 25 yang memuat definisi ‘informasi negara’. AJI menilai, Pasal 26 sangat rawan disalahgunakan aparatur negara untuk kekuasannya.
Selain itu ada, Pasal 32 tentang Penyadapan. Pasal ini pun dinilai sangat rawan penyalahgunaan kekuasaan pada lembaga intelejen. Masih menurut Nezar Patria, kewenangan penyadapan kepada aparat intelijen seharusnya diterapkan dalam situasi khusus dengan payung hukum yang jelas.
Untuk itu, konsep penyadapan itu harus dijabarkan lebih detil dan tidak bisa diterima dalam kondisi negara tertib sipil atau dalam kondisi negara yang aman dan damai. Selanjutnya, Pasal 44 yang berisi: “Setiap orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, dan/atau membocorkan Rahasia Intelejen dipidanakan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun da/atau pidana dengan paling banyak Rp 500 juta.
Pasal ini yang dikhawatirkan akan menyasar masyarakat sipil. Hal itu terkait dengan pengaturan sangsi terhadap orang yang diduga mengancam keamanan dan stabilitas negara. Pasal-pasal karet itulah yang dianggap mengncam kebebasan warga sipil. Wajar jika pengesahan UU Intelejen dibumbui demonstrasi masa di luar gedung DPR. (pz/gatra)


Aksi

Information

Tinggalkan komentar